Kiriman Dari Muhammad Rizky A.
Inilah sang Penjaga Utara, Sebira. Pulau ini berada di wilayah
Kepulauan Seribu paling utara. Lokasinya 100 mil laut alias 160 km dari
daratan Jakarta. Mercusuar, sang pemandu kapal, ada di pulau ini sejak
zaman Belanda. Kini, Pulau Sebira lebih dikenal dengan ikan selarnya.
Kapal dengan lebar kurang dari tiga meter dan panjang sekitar dua puluh
meter itu sudah menanti rombongan kami di Pelabuhan Pulau Harapan,
Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu. Saat barang dan kami sudah
lengkap naik, kapal melepas tali ikatnya.
Sebira atau juga disebut
Noord Wachter alias
Jaga Utara. Karena sejak zaman Belanda pulau ini digunakan untuk menandai adanya daratan, sehingga dibangun mercusuar.
Satu-satunya mercusuar di Kepualaun Seribu.
Pulau ini masih masuk Kelurahan Pulau Harapan. Berpenduduk sekitar
500-an orang, pulau berpenduduk paling utara di Kepulauan Seribu.
Luasnya sekitar 8, 82 Hektar. Hanya sepersepuluh luas lapangan Monumen
Nasional atau Monas. Dulu, tidak berpenghuni dan baru ditempati pada
akhir 70an. Hampir 95 persen penduduknya adalah orang Bugis.
"Perjalanan berapa lama Pak?" tanya saya ke kapten kapal yang siang itu
memakai topi dan kacamata rayban dengan kaca silver metalik. "Tiga jam
lebih," jawab Kapten Nasir orang asli Sebira, yang ada di balik kemudi
kapal. Saya kemudian ke buritan, duduk di bangku kayu tinggi paling
belakang. Kapal ini terbagi menjadi tiga bagian. Bagian depan ada
tempat untuk box ikan dan ada beberapa baris kayu untuk duduk. Lalu
tengah, bagian ini yang mempunyai dinding kayu, tempat kapten lalu ada
kotakan tinggi, kami buat untuk menyimpan tas. dibawahnya adalah mesin
kapal. Bagian buritan ada tiga baris tempat duduk kayu, bagian paling
belakang adalah toilet, di kotak kecil, dan buangnya langsung ke laut
lepas.
Perjalanan diawali dengan melewati pulau-pulau kecil di sekitar Pulau
Harapan. Pulau-pulau ini dijadikan destinasi wisata island hopping dan
snorkeling. Kapal ini juga sering membawa wisatawan ke sini. Langit
cerah, kapal melaju tenang. Sekitar satu jam perjalanan ombak mulai
membesar, pulau masih nampak dalam jarak pandang. Cipratan air laut
membasahi orang-orang yang duduk di haluan. Kami masih tertawa-tawa dan
melakukan games-games ice breaking.
"Itu kilangnya sudah kelihatan, kita tidak begitu jauh lagi sampai. Satu
jam." ungkap kakek yang duduk di sebelah saya, akiknya menjulang di
salah satu jarinya. Kilang minyak lepas pantai terlihat di kejauhan depa
kapal, hitam. Pulau terakhir baru saja kami lewati. Namanya pulau dua,
dua pulau berhadapan di sebelah kiri kapal. Kira-kira tiga ratus meter.
Prssstttttsss. Tiba-tiba mesin mengeluarkan suara aneh. Mesin tersendat.
Ternyata pompa air bermasalah, mesin kapal harus dimatikan. Jika tidak
mesin kapal bisa rusak. Pak Nasir dan ABKnya yang bernama Azis mencoba
memperbaiki. Kapal terombang-ambing lebih kencang. Tanpa tenaga, kapal
seperti kayu mengambang yang dibawa ombak, yang di kapal rasanya semakin
menimbulkan mual terkena goncangan kiri kanan. Saran teman kami benar,
"Kalian harus berangkat siang, ombak masih bersahabat. aku pernah mesin
kapal mati pas malam. Itu ga asyik." Tawa kami mulai mereda, namun masih
yakin kapal masih bisa diperbaiki. Sekitar 30 menit kapal diperbaiki
dan bisa kembali berlayar. Kapal sempat dijemput, tapi kapal Pak Nasir
sudah bisa melaut lagi.
Pelabuhan Sebira dipenuhi beberapa perahu nelayan, tertambat di kanan
kiri kami. Ada bagian dermaga yang ada atapnya, posisi utama untuk
menaikturunkan orang. Dari jauh nampak rndang dengan tiga pohon besar
dibalik dermaga. Hujau menjulang. Depan dermaga di sebelah kanan adalah
pintu masuk utama ke Pulau, ada tulisan besar "Selamat Datang di Pulau
Sebira. Kelurahan Pulau Harapan" di papan besar biru di atas jalan. Jika
melewati plang nama kita akan memasuki jalanan kampung yang terbuat
dari paving block, kanan kiri adalah rumah penduduk.
Rumah di sini ada dua jenis, ada yang rumah Bugis. Rumah panggung kayu
dengan lorong di bawah dan rumah biasa. Rumah panggung kayu serupa juga
banyak ditemui di pulau Kelapa Dua di Kelurahan Kelapa Pulau Seribu.
Maklum, keduanya adalah sama-sama didiami orang-orang Bugis. Termasuk
Pak Nasir yang tinggal di Kelapa Dua. Namun katanya orang sekarang lebih
banyak membangun rumah biasa, karena kayu sebagai bahan utama rumah
bugis susash untuk didapatkan, lebih gampang beli semen dan batu bata.
Jika berbelok kiri dari Pelabuhan, kita akan melewati dua pohon yang
sangat besar. Dari titik ini akan terlihat mercusuar yang menjulang
diantara daun-daun pohon. Sama, perkampungan penduduk juga ada di kanan
kiri jalan. Ini juga merupakan jalan menuju sekolah, tempat kami
menginap di rumah dinas kepala sekolah dan guru.
Salah satu tempat di Sebira yang wajib dikunjungi adalah mecusuar. Ada
11 tingkat untuk keatas, sayang ada bagian yang rapuh. Sehingga niat
naik ke atas harus dibatalkan. Namun, berkunjung dibawahnya aja cukup
menyenangkan. Apalagi saat langit cerah. Langit Sebira bukan langit
Jakarta yang berwarna kelabu. Langitnya berwarna biru terang, tidak
kalah dengan langit Indonesia Timur. Kompleks mercusuar ini cukup asri,
kita bisa mengobrol dengan penjaganya.
Untuk mencapai Mercusuar ini bisa dari beberapa jalan, jalan
perkampungan atau memutar melewati pantai. Pantai barat Sebira mempunyai
tanggul, dimulai dari arah pelabuhan mengitari hampir separo pulau.
Tanggul ini lebar atasnya sekitar satu meter, pas dilewati satu orang.
Jika ditelusuri bisa melewati belakang mercusuar, jika diteruskan mentok
lapangan sepakbola.
Dekat lapangang bola, ada penangkaran penyu. Penangkaran ini belum lama
berdiri, seiring kesadaran pelestarian lingkungan dari masyarakat dan
anak-anak muda Sebira. Ada tukik-tukik baru yang dilahirkan satu hari
sebelum kami datang, jadi umurnya baru dua hari.
Pantai Timur Pulau Sebira. Salah satu spot untuk snorkeling ada di
pantai timur. Lokasinya depan Dermaga Timur. Pada saat kami datang ada
kapal yang karam separo, di situlah tempat yang bagus untuk snorkeling.
dari bibir pantai sekitar 200 meter dengan melewati karang-karang.
Kedalaman lautnya lebih dari dua meter di sekitar kapal itu. Pun bisa
lompat ke laut dari kapal, dengan catatan kalo kapalnya sekarang masih
ada. Dulu sempat ada kano fiber, tapi kata anak-anak sekarang kano itu
rusak.
Hal yang paling mudah ditemui di Sebira adalah lahan untuk menjemur ikan
asin. Ada di pantai timur, dekat pelabuhan, depan mercusuar. itu
beberapa diantaranya. Ditandai dengan patok-patok bambu yang memanjang.
Baja ringan mulai digunakan juga untuk penahan papan ikan asin.